Postingan

Menampilkan postingan dengan label Economic Journalism

Kabar Baik yang Membuat Bangga Jurnalis Ekonomi

Gambar
  Salah satu definisi jurnalisme yang berkesan bagi saya datang dari pemimpin redaksi BusinessWeek di zamannya, Stephen Shephard. Dalam sebuah tulisannya di majalah yang ia pimpin itu, ia menulis bahwa tugas jurnalisme ialah menghasilkan a draft of history. Wartawan mencatat peristiwa demi peristiwa untuk menjadi draf sejarah. Ia belum jadi sejarah yang final. Namun dalam setiap berita, semestinya terkandung fakta yang mengandung sejarah.

Bagaimana Wartawan Membuat Berita Ekonomi yang Bersemangat

Gambar
  Tajuk The Economist 16 Maret 2024 sedikit berbeda. Media Inggris itu menggambarkan perekonomian AS dengan cara pandang optimistik. Saya katakan berbeda dan optimistik karena The Economist terkenal dengan analisisnya yang tajam dan pelit memberi pujian. Seperti guru zaman dulu, redaksi majalah ini, dalam pandangan saya, sudah akan membuat muridnya lega bila memberi nilai 7,5, -- nilai tertinggi yang mungkin dicapai oleh seisi kelas. Dengan judul sampul ' America's Pumped Economy ', majalah itu bersemangat menyanjung ekonomi AS. Selama ini, menurut majalah itu, ekonomi AS terlalu diremehkan oleh kalangan yang pesimis, padahal kinerjanya luar biasa. Pada artikel tajuk yang berjudul Pada artikel tajuk yang berjudul " Pumped Up ", secara mozaik The Economist menyitir berbagai indikator ekonomi yang membaik jauh lebih cerah dari sangkaan semula. Ekonomi AS digambarkan lolos dari berbagai faktor yang dulu dipandang bisa mematikannya. Yang saya soroti pada catatan i...

Mengapa Wartawan Ekonomi Harus Membaca Buku Ini

Gambar
  Pertama , karena buku ini dapat diunduh dengan cuma-cuma. Kedua , karena buku ini ditulis oleh 'orang dalam' jurnalisme ekonomi. Henrik Müller berkarier sebagai jurnalis ekonomi selama dua dekade sebelum melanjutkan karier sebagai profesor Economic Policy Journalism di Institute of Journalism and Media TU Dortmund University, Jerman.

Judul Pendek versus Judul Panjang, Mana Pilihanmu?

Gambar
Akhir pekan lalu saya membaca dua media dengan spesialisasi ekonomi dan bisnis: Bisnis Indonesia (BI) dan Barrons. Saya tertarik pada judul-judul berita mereka. BI dan Barrons dalam pengamatan saya memiliki banyak kesamaan. Judul-judul keduanya sama-sama disajikan dengan 'business appetit e' yang kental; tiap kata pada judul diusahakan kuat secara denotatif, tidak mengambang. Meskipun demikian, ada juga perbedaan. Saya terutama menyoroti panjang-pendeknya judul. BI sedari dulu terkenal dengan judul-judul tulisan mereka yang pendek. Bukan hanya judul yang diusahakan pendek (pada contoh ini, antara 2-6 kata), kata-kata yang dipilih juga umumnya pendek. Barrons, sedikit berbeda. Judul-judulnya relatif panjang.(8-12 kata). Berikut ini judul-judul berita di Bisnis Indonesia : (3 Mei 2024) Mengakselerasi Mesin Produksi (3 kata) Strategi Baru Atasi Emisi PLTU (5 kata) Utak-atik Penilaian Investasi Dapen (4 kata) Keamanan Pasok Listrik Jadi Perhatian (4 kata) Momentum Jaga Pertumbuhan...

Membaca Judul Berita dengan Rasa Bahasa

Gambar
Rasa bahasa sering digambarkan sebagai tanggapan indrawi kita atas kata dan bahasa. Ia bisa bersifat subjektif. Latar belakang sosiologis juga dapat berpengaruh. Saya membaca Kontan edisi 16 April 2024 dengan rasa bahasa seorang yang dibesarkan dalam lingkungan berbahasa Batak Toba dan Simalungun. Judul berita " Kobol-kobol Subsidi Energi Saat Harga Tinggi " sangat menggoda. Bagi orang Batak seusia saya, kata kobol-kobol (KK) cukup akrab karena di masa kecil ada sebuah lagu Batak yang popular dengan lirik mengandung kata itu. Dulu kami menganggapnya lucu, tapi belakangan saya menyadari lagu itu bertendensi body shaming. Menurut Mathias Sitorus dkk dalam buku Sistem Kata Benda dan Kata Sifat dalam Bahasa Batak Toba (1986) KK dalam Bahasa Toba memiliki arti gemuk seperti tong. Sebutan KK sering disematkan pada orang yang berbadan ekstrasubur dengan konotasi jenaka. Dengan rasa bahasa demikianlah saya memaknai KK dalam judul berita Kontan. " Kobol-kobol Subsidi Energi di ...

Penulis Versus AI: Beberapa Kontroversi Mutakhir

Gambar
Pertanyaan tentang seberapa jauh Artificial Intelligence (AI) mampu menyamai manusia di bidang kepenulisan masih tetap jadi perbincangan hangat. Saya menyarikan beberapa isu menonjol dari pemberitaan terbaru.   Isu Pelanggaran Hak Cipta. Dewasa ini ratusan ribu buku dijadikan 'asupan' untuk melatih program generatif AI dalam upaya menciptakan 'robot' yang mampu meniru bahkan menyamai penulis-penulis terkenal. Karya-karya penulis bestseller seperti Stephen King dan John Grisham termasuk di dalamnya. Ini memunculkan isu pelanggaran hak cipta karena dipakai tanpa seizin pemegang hak ciptanya. Isu Privasi. Sejumlah platform digital seperti Google, Meta, dan Microsoft, menggunakan data yang dapat dikategorikan bersifat pribadi untuk melatih program AI mereka. Misalnya, apabila kita tidak cermat memilih setelan, percakapan surat-e kita dapat digunakan menjadi pembelajaran AI untuk menulis. Percakapan dengan chatbot juga demikian. Menurut kolumnis The Washington Post, Geoffre...

Storytelling di Dunia Bisnis

Gambar
Storytelling dewasa ini jadi kata yang fancy, seperti kata globalisasi pada tahun 1990an. Ia topik yang dipandang keren, dibicarakan dalam berbagai konteks, bahkan di segala konteks. Kadang-kadang ia seperti obat dengan 1001 faedah untuk masalah (komunikasi) apa saja.   Tampaknya ini merupakan gelombang kebangkitan yang kesekian bagi storytelling . Ia telah pernah menikmati masa keemasan di tahun 1980an pasca dunia bisnis dilanda demam reorganisasi. Sekarang di saat praktik komunikasi sangat dipengaruhi oleh internet of things, ia bangkit lagi. Sesungguhnya storytelling sangat biasa di hampir semua kultur. Ia telah dipakai berabad-abad menyampaikan pesan. Orang-orang seusia saya yang hidup di pedesaan, di masa kanak-kanak masih bisa menyaksikan storytelling in action , tatkala para ibu menikmati waktu luang saling mencari kutu rambut. Pesan, petuah, dan teguran kepada teman atau anak, mengalir lewat cerita. Dunia bisnis era modern yang serba lugas ( to the point) pernah memanda...