Penulis Versus AI: Beberapa Kontroversi Mutakhir
Pertanyaan tentang seberapa jauh Artificial Intelligence (AI) mampu menyamai manusia di bidang kepenulisan masih tetap jadi perbincangan hangat. Saya menyarikan beberapa isu menonjol dari pemberitaan terbaru.
Isu Pelanggaran Hak Cipta.
Dewasa ini ratusan ribu buku dijadikan 'asupan' untuk melatih program generatif AI dalam upaya menciptakan 'robot' yang mampu meniru bahkan menyamai penulis-penulis terkenal. Karya-karya penulis bestseller seperti Stephen King dan John Grisham termasuk di dalamnya. Ini memunculkan isu pelanggaran hak cipta karena dipakai tanpa seizin pemegang hak ciptanya.
Isu Privasi.
Sejumlah platform digital seperti Google, Meta, dan Microsoft, menggunakan data yang dapat dikategorikan bersifat pribadi untuk melatih program AI mereka. Misalnya, apabila kita tidak cermat memilih setelan, percakapan surat-e kita dapat digunakan menjadi pembelajaran AI untuk menulis. Percakapan dengan chatbot juga demikian.
Menurut kolumnis The Washington Post, Geoffrey A.Fowler, belum diketahui sejauh mana hal ini berdampak pada privasi, reputasi, dan pekerjaan penggunanya, tetapi yang perlu diingat adalah para pengguna tidak punya banyak pilihan untuk dapat menghentikannya.
Isu Kemanusiaan.
Salah satu argumen Elon Musk mengusulkan perlu penundaan pengembangan AI sambil menyusun regulasinya ialah menyangkut hakikat kemanusiaan. Menurut dia, sepanjang peradaban telah terbukti manusia piawai dan efisien dalam melakukan fungsi dan pekerjaan tertentu. Pertanyaannya apakah masih perlu menciptakan AI pada bidang-bidang yang demikian?
Memakai argumen itu, kita dapat mengatakan manusia telah beribu tahun lamanya menunjukkan keunggulannya dalam menulis dibandingkan dengan mahluk mana pun. Apakah masih diperlukan robot untuk menggantikannya?
Isu Ideologi.
Di balik rasionalisasi penggunaan AI di bidang kepenulisan ditengarai ada ideologi pasar kapitalistik yang ingin melakukan komoditisasi segala hal, termasuk profesi kepenulisan. Robotisasi apa pun yang memiliki peluang pasar akan dijalankan untuk menghasilkan profit. Artinya, kehadiran AI di bidang kepenulisan tidak lebih dari motivasi dagang.
Isu Keadilan.
Argumen yang sering dikemukakan untuk menunjukkan sisi positif AI di bidang kepenulisan ialah kegunaannya sebagai pembantu, penggerak, dan enabler untuk mencapai hasil yang lebih baik. Tetapi sulit untuk menemukan sampai dimana batas enabler itu untuk menggantikan bahkan menyingkirkan manusia dari dunia kepenulisan.
Terhadap isu-isu ini, para penulis memiliki gradasi keprihatinan yang cukup lebar. Sebagian sangat tegas memperjuangkan dihormatinya hak cipta penulis. Sebagian lagi ragu-ragu dengan alasan rumitnya meregulasi hal tersebut karena teknologi AI yang dinamis. Sebagian lagi tidak peduli, dengan alasan sederhana: sejauh ini kualitas hasil kerja AI jauh di bawah karya penulis yang ingin ditirunya.
Eben E. Siadari

Komentar
Posting Komentar