Apa yang Membuat Wartawan Bergembira Menjalankan Pekerjaannya
Kalangan
awam sering penasaran sehingga mengajukan pertanyaan ini. Profesi wartawan
dipandang bukan sebuah pekerjaan yang mendatangkan rasa gembira. Imbalan
pekerjaan tersebut yang tidak selukratif profesi lain, jam kerja yang tidak
menentu, risiko mendapat intimidasi dari penguasa maupun pembaca, hingga sifat
pekerjaan yang seakan-akan selalu mencari keburukan (bad news) yang terjadi di
masyarakat, dipandang sebagai hal yang sukar membuat wartawan bergembira
apalagi bahagia.Anehnya,
mengapa tidak sedikit wartawan yang setia pada pekerjaan ini bertahun-tahun
bahkan puluhan tahun? Apa yang membuat mereka bisa bertahan, dan menemukan
sukacita dalam pekerjaan yang di mata awam kurang menarik?.
Pertanyaan-pertanyaan
ini telah sering diangkat oleh para akademisi menjadi topik studi mereka. Sudah
banyak ahli komunikasi yang melakukannya dengan berbagai sudut pandang dan
metodologi. Anda yang membaca studi Gregory Pereault dari University of South
Florida dan Claudia Mellado dari Pontificia Universidad Catholic de Valparaiso
di jurnal Journalism Practice edisi 9 Agustus 2024 akan menemukan
deretan studi literatur tentang hal itu.
Kedua pakar
ini lewat studi mereka yang berjudul "Surprised by Joy, Professional
Roles as Emotional Facets of News Production," melanjutkan pencarian
akan jawaban pertanyaan di atas. Mereka berangkat dari studi lain yang tidak
kalah menarik, Joy as a News Value, yang ditulis oleh P. Park dan
dipublikasikan di jurnal Journalism Studies tahun 2021. Selain itu mereka juga
meminjam kerangka pikir dari ranah non wartawan untuk mendefinisikan
kegembiraan.
Apa
Sesungguhnya Kegembiraan Itu
Dalam
studinya, Park menjelaskan bahwa kegembiraan atau sukacita adalah “pemanfaatan
potensi manusia secara ceria menghadapi segala macam kesulitan: material,
politik, spiritual. Ia adalah sesuatu yang afektif, sebagai sebuah intensitas
tak terduga yang bekerja pada tubuh ketika kondisi yang tepat muncul.”
Dalam konteks ini saya menangkap arti tersirat kegembiraan bukan sekadar kata benda tetapi juga kata kerja. Artinya, selain secara spontan tercipta, gembira adalah sebuah aktivitas yang dengan sengaja dilakukan dan diupayakan. Dengan demikian gembira diterjemahkan dalam kata yang lebih aktif, kata kerja, yakni bergembira atau bersukacita.
Menurut Park
dalam pekerjaan wartawan, bergembira bisa bermakna seseorang menjadi “lebih
siap menghadapi ketidakadilan ketimbang berpikir sempit dan bingung.” Dalam hal
ini bergembira memiliki arti positif bukan hanya kepada kualitas personal
wartawan tetapi juga kualitas pekerjaannya. Dengan lebih siap menghadapi
berbagai kemungkinan dalam melakukan tugasnya, sang wartawan akan menghasilkan
karya wartawantik yang lebih baik.
Sehubungan
dengan itu, Park dalam studinya mengajukan usul untuk menjadikan kegembiraan
atau sukacita sebagai kriteria nilai
berita yang memotivasi karya wartawanme.
Dalam pengertian ini sebuah berita dipandang bernilai bila mencakup hal-hal
yang membuat wartawan dan pembaca senang, merasa sejahtera dan bahkan menjadi
percaya diri.
Delapan
Pilar Kegembiraan
Selain
memakai penjelasan Park, Pereault dan Mellado juga menggunakan penjelasan dari
ranah non jurnalistik sebagai dasar mendefinisikan kegembiraan. Mereka mengutip
sebuah diskusi Dalai Lama, Anglican Archbishop Desmond Tutu and Douglas
Carlton Adams
- Perspektif : seseorang memperluas sudut pandangnya terhadap suatu masalah.
- Kerendahan hati: mana seseorang mengakui kerentanannya; tidak merasa diperlakukan secara berbeda dengan orang lain
- Humor: Pandangan terhadap kekecewaan dan penderitaan sebagai penghambat atau perintang diubah menjadi pemahaman dan keakraban (terhadap penderitaan tersebut)
- Penerimaan: ditandai dengan pengakuan dan penerimaan terhadap kenyataan sebagaimana adanya.
- Pengampunan: melepaskan niat buruk terhadap orang yang telah menyebabkan kerugian
- Syukur: rasa syukur atas apa yang telah dimungkinkan oleh kehidupan
- Kasih sayang: kerelaan dan kesenangan untuk meringankan penderitaan orang lain
- Kemurahan hati: semangat memberi, baik secara fisik maupun emosional, dalam kesadaran akan sifat manusia yang saling bergantung satu sama lain.
Beranjak
dari kerangka pikir Park dan delapan pilar kegembiraan, Pereault dan Mellado
melakukan studi tentang apa yang membuat
wartawan bergembira dalam pekerjaannya. Mereka mengajukan dua hipotesis:
1. Bagaimana wartawan mengartikulasikan
kegembiraan dalam bekerja menghasilkan berita.
2. Bagaimana wartawan mengartikulasikan
kegembiraaan atas dampak dari hasil kerja mereka.
Penelitian
dilakukan dengan wawancara semi terstruktur terhadap sampel yang terdiri dari
20 wartawan berbasis di AS. Sampel terdiri dari 13 laki-laki, 6 perempuan, dan
satu peserta yang meminta untuk tidak menyebutkan jenis kelaminnya. Sebanyak 11
responden diidentifikasi berkulit putih, lima kulit hitam, dua Latin, satu Asia
dan satu orang tidak menyebutkan ras/etnisnya. Usia mereka rata-rata 38 tahun dengan pengalaman sebagai wartawan
rata-rata 13 tahun.
Hasilnya
cukup menarik. Atas pertanyaan hipotesis pertama, bagaimana wartawan
mengartikulasikan kegembiraaan dalam memproduksi berita, tergambar proses jurnalistik yang menggembirakan para responden. Beberapa hal berikut ini merupakan proses
kerja jurnalistik yang mereka pandang memberikan kegembiraan.
Para wartawan
mengungkapkan mereka merasakan kegembiraan tatkala dapat melakukan wawancara
dengan orang-orang hebat. Kegembiraan bertambah besar saat ia berjalan dengan
lancar.
Para wartawan
menganggap wawancara mengambil tempat yang khusus dalam proses menghasilkan
berita. Sebagian wartawan malahan mengatakan lebih menyenangi proses wawancara
ketimbang menuliskannya. Ketika wartawan menyadari materi wawancaranya sangat
bagus, disitulah muncul kegembiraan.
Proses
wawancara juga dinilai menyenangkan karena wartawan merasa mendapat kepercayaan
dari narasumber. Rupanya ini cukup penting. Mendapat kesempatan melakukan
wawancara tidak dipandang hanya memperoleh materi berita, tetapi juga mandat
untuk memberitakannya dari sumber berita.
Hal lain
yang membuat wawancara dipandang menggembirakan karena ia merupakan proses
belajar bagi wartawan.
Membagikan
Kisah orang-orang yang menarik.
Wartawan
merasa gembira apabila dapat memberitakan kisah orang-orang yang menarik.
Mereka merasa telah berhasil menyediakan informasi yang dapat mengubah
kehidupan sehari-hari banyak orang, dan itu sangat menyenangkan bagi para wartawan.
Perasaan gembira juga muncul tatkala para wartawan merasa hasil karya mereka
mendapat penerimaan yang luas dari para pembaca.
Kesempatan
mempelajari beragam topik.
Memiliki
kesempatan mempelajari beragam topik juga mendatangkan kegembiraan bagi
sebagian wartawan dalam bekerja. Apalagi bila topik tersebut sesuai dengan
minatnya. Misalnya, seorang wartawan merasakan kegembiraan setiap kali diminta
menulis topik sport, yang merupakan kesenangannya.
Kegembiraan
bekerja dengan sesama wartawan.
Para wartawan
juga merasakan kegembiraan saat dapat merasakan bekerja dengan sesama wartawan
lain. Itu tidak berarti harus dengan satu tim dari media yang sama. Kegembiraan
justru terasakan saat wartawan dapat bekerja dengan wartawan dari media yang
berbeda namun merasakan kepedulian yang sama dan menggarap topik yang sama.
Rasa Syukur, Penerimaan dan Kemurahan Hati
Dari keempat
hal di atas, dapat dirangkum bahwa wartawan
secara emosional merasakan kegembiraan dari pekerjaan mereka karena mendapat
penerimaan dari narasumbernya, sekaligus juga penerimaan dari pembacanya. Dalam
hal ini kegembiraan yang dirasakan wartawan muncul dari kerja mereka yang
berorientasi kepada pembaca dan warga masyarakat.
Hal ini
sejalan dengan perspektif 8 Pilar Kegembiraan dari Dalai Lama, Desomnd Tutu dan
Douglas Carlton Adams. Kegembiraan yang dirasakan para wartawan dalam
pekerjaannya sangat beririsan dengan delapan pilar tersebut, terutama dalam hal
rasa syukur, kasih sayang dan dan kemurahan. Para wartawan tampak merasa
gembira tatkala hasil karyanya dirasakan memiliki kebergunaan.
Potret ini
juga tampak ketika melihat jawaban atas hipotesis kedua: Bagaimana wartawan
mengartikulasikan kegembiraaan atas dampak dari hasil kerja mereka. Studi ini menunjukkan
bahwa para wartawan merasakan kegembiraan
dari hasil kerja mereka yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Misalnya, seorang responden mengatakan ia menemukan kegembiraan saat menulis
tentang para penyandang disabilitas dan menghasilkan umpan balik yang
signifikan dari pembaca. Ini memotivasi dia untuk mempertimbangkan menulis
lebih lanjut.
Para wartawan
umumnya juga gembira ketika:
- berhasil menulis topik-topik yang masih kurang banyak mendapat perhatian;
- ketika tulisan mereka memiliki peluang menginisiasi perubahan.
- menulis kisah-kisah masa lampau yang bersejarah yang menyentuh, tidak harus mengenai konflik atau perang.
- pekerjaan mereka dirasakan sebagai bagian dari memperkuat aktivitas pro-sosial pembaca. (Seorang responden bercerita tentang pemberitaan mengenai protes damai yang dipimpin oleh tim sepak bola lokal. Berita itu akhirnya menghasilkan tanggapan positif yang membuat dia gembira).
Hal lain
yang membuat para wartawan gembira dalam bekerja adalah bila pemberitaannya
bisa memberi perspektif yang melampaui fakta, dan membantu memberikan informasi
bermakna bagi audiens. Seorang responden menggambarkan perasaan tersanjung atas
kepercayaan yang diberikan pembaca dengan berkata, “kita (wartawan) sebenarnya mendokumentasikan
sejarah. Pada dasarnya kita harus bekerja untuk mendapatkan kepercayaan
masyarakat.”
Parks, P. (2021). Joy is a News Value. Journalism Studies, 22(6), 820–838. https://doi.org/10.1080/1461670X.2020.1807395
Komentar
Posting Komentar