Kabar Baik yang Membuat Bangga Jurnalis Ekonomi
Salah satu definisi jurnalisme yang berkesan bagi saya datang dari pemimpin redaksi BusinessWeek di zamannya, Stephen Shephard. Dalam sebuah tulisannya di majalah yang ia pimpin itu, ia menulis bahwa tugas jurnalisme ialah menghasilkan a draft of history. Wartawan mencatat peristiwa demi peristiwa untuk menjadi draf sejarah. Ia belum jadi sejarah yang final. Namun dalam setiap berita, semestinya terkandung fakta yang mengandung sejarah.
Bagi
wartawan sosial dan politik tidak sulit membayangkan laporan jurnalistik
sebagai rujukan penulisan sejarah. Namun bagaimana dengan wartawan ekonomi dan
bisnis, dapatkah kisah-kisah naratif yang mereka tulis menjadi rujukan
dibandingkan dengan riset kuantitatif ekonomi dan bisnis yang sangat
mengandalkan data statistik? Nah, ada se buah riset yang membanggakan para
wartawan, khususnya wartawan ekonomi, yang menjawab hal ini. Riset tersebut
menunjukkan bahwa berita ekonomi bukan hanya menggambarkan realitas tetapi
dapat menjadi dasar bagi prediksi masa depan yang lebih tepat dibandingkan
dengan data makroekonomi resmi tertentu. Berita ekonomi, dengan demikian, bukan
saja menjadi referensi sejarah (masa lalu) tetapi menjadi ancangan untuk
melihat masa depan. Hebat bukan?
Kabar baik
ini ini merupakan kesimpulan dari riset yang dilakukan oleh Leland Bybee, Brand
Kelly (keduanya dari Yale University), Asaf Manela (Washington University) dan
Dacheng Xiu (Chicago University). Mereka menyajikannya sebagai kertas kerja dan
dipublikasikan pada National Bureau of National Research, AS, edisi Oktober
2021. Mereka menganalisis 800.000 teks artikel Wall Street Journal dari
tahun 1984 hingga tahun 2017. Beritaberita itu diringkas menurut topik dan
dikuantifikasi berdasarkan fokus atensi pemberitaan pada rentang waktu yang
disebut di atas. Mereka mencoba menjawab pertanyaan apakah berita-berita
tersebut menggambarkan realitas ekonomi yang sesungguhnya yang ditunjukkan oleh
data resmi. Mereka juga ingin menjawab apakah atensi pemberitaan WSJ dapat jadi
sinyal memprediksi masa depan.
Penelitian
itu menunjukkan pemberitaan WSJ dapat menjadi indikator prediksi yang kuat,
bahkan lebih kuat dibandingkan data makroekonomi tertentu yang dimiliki oleh
bank sentral AS dalam menunjukkan arah pergerakan pasar keuangan. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa "sebagian besar mengapa pasar naik atau
turun ditangkap oleh hal-hal yang dibahas di Wall Street Journal ,"
kata Bybee, dikutip dari The Journalist's Resources HBR. Pilihan-pilihan
berita yang disajikan oleh WSJ, menurut riset mereka, sangat kuat memprediksi
realitas ekonomi, seperti yang ditunjukkan oleh data resmi. Misalnya, ketika
WSJ menyajikan lebih banyak atau lebih sedikit reportase tentang resesi, hal
itu dengan kuat memprediksi hasil produksi industri dan lapangan kerja, “lebih
kuat dibandingukuran kuantitatif lainnya di luar sana,” kata Bybee. Apakah
semua berita ekonomi memiliki kekuatan yang demikian? Tidak selalu. Berbagai
riset lain justru mengatakan sebaliknya, bahwa berita ekonomi tidak
menggambarkan realitas ekonomi, dan bahkan sering terlambat memberikan sinyal
perubahan. (Saya sudah pernah membuat catatan tentang riset bertema seperti ini).
Riset yang dilakukan Bybee dkk memberikan penekanan pada kualitas redaktur,
wartawan, dan ruang redaksi dalam memilih topik-topik pemberitaan. Menurut
mereka, hasil yang mereka tunjukkan lewat riset berkaitan langsung dengan
kualitas jurnalisme yang menghasilkan berita tersebut.
Untuk
mendapatkan ukuran keadaan perekonomi yang benar-benar baik, jurnalis perlu
menemukan informasi yang penting,” kata para peneliti. Dan itu, kata mereka,
sangat berkaitan dengan kualitas jurnalisme yang dijalankan oleh sebuah media.

Komentar
Posting Komentar