Mengapa Poin-poin Argumentasi pada Esai Persuasif Lebih Efektif Bila Diberi Nomor

 

Esai persuasif sangat dibutuhkan dalam banyak profesi. Salah satunya dalam apa yang dikenal sebagai ' bad letter .' Bad letter adalah esai berupa surat yang berisi penjelasan tentang suatu hal yang buruk atau kurang berkenan bagi penerimanya. Misalnya surat pemberitahuan ditutupnya perusahaan, surat penjelasan tentang tidak dikabulkannya permohonan bantuan, surat penolakan terhadap klaim ganti rugi, dan sejenisnya.

Esai dalam bentuk bad letter bukan hanya bertujuan menyampaikan berita atau penjelasan. Ia juga berfungsi melakukan persuasi agar penerima surat dapat menyepakati pesan yang disampaikan. Untuk itu bad letter perlu mengemukakan argumentasi yang meyakinkan penerima pesan. Karena argumentasi yang dikemukakan umumnya lebih dari satu, penyajiannya perlu dilakukan secara sistematis. Poin-poin argumentasi disajikan secara berurutan dengan maksud memudahkan penerima mencerna dan memahaminya.

Dalam menyajikan poin-poin argumentasi ada setidaknya dua pola. 

Pertama membeberkannya secara naratif tanpa menyebut jumlah poin-poin argumentasi maupun nomor masing-masing argumentasi.

Contoh:

Dengan sangat menyesal kami menyampaikan bahwa program yang Anda pimpin tidak dapat dilanjutkan sehubungan dengan faktor-faktor eksternal yang berada di luar kendali organisasi yaitu meningkatnya harga bahan baku impor dikarenakan nilai tukar dolar AS yang terus meningkat, dihentikannya layanan pengapalan oleh mitra usaha internasional yang mengakibatkan terhentinya sementara waktu pengiriman barang ke luar negeri, dan kehadiran pesaing-pesaing baru di negara-negara yang selama ini menjadi target pasar utama kita .

Kedua , membeberkan argumentasi dengan terlebih dahulu menyebut jumlah poin-poin argumentasi dan selanjutnya memberi nomor pada masing-masing argumentasi.

Contoh: 


Dengan sangat menyesal kami menyampaikan bahwa program yang Anda pimpin tidak dapat dilanjutkan sehubungan dengan tiga faktor eksternal, yang berada di luar kendali organisasi yaitu:
pertama, meningkatnya harga bahan baku impor dikarenakan nilai tukar dolar AS yang terus meningkat.

Kedua, dihentikannya layanan pengapalan oleh mitra usaha internasional kita yang mengakibatkan terhentinya sementara waktu pengiriman barang ke luar negeri.

Ketiga, kehadiran pesaing-pesaing baru di negara-negara yang selama ini menjadi target pasar utama kita.

Sepintas lalu dua pola ini tidak memiliki efek berbeda terhadap efektivitas argumentasi. Namun, di ranah kepenulisan perbedaan pola ini telah menjadi subjek penelitian yang cukup serius. Sebagian besar penelitian mengatakan penyajian argumentasi dengan menyebut jumlah poin-poin argumentasi dan memberi nomor pada masing-masing argumentasi lebih efektif menjalankan persuasi. 

Salah satu penelitian yang menguji hal itu dilakukan oleh Daniel Janssen dan Frank Jansen dari Utrecht University, Belanda. Penelitian mereka dipublikasikan di Journal of Writing Research volume 10 No 1 tahun 2018. Penelitian mereka yang berjudul “Persuasion by numbers: How does numeral marking of arguments in bad news letters influence persuasion?” membuktikan bahwa penyebutan jumlah argumentasi dan pemberian nomor pada masing-masing poin argumentasi lebih efektif melakukan persuasi dalam esai berbentuk bad letter.

Dalam catatan ini saya tidak membahas hasil penelitian tersebut yang cukup rumit secara metodologis. Catatan ini meringkas landasan pemikiran yang mendasari penelitian hingga sampai pada hipotesis (yang kemudian terbukti) bahwa penyajian argumentasi dengan menyebut jumlah poin-poin argumentasi dan memberi nomor lebih efektif dalam melakukan persuasi.

Empat Variasi Penyajian Argumentasi

Dalam menyajikan argumentasi dengan menyebut jumlah poin argumentasi dan memberi nomor pada masing-masing, umumnya ada dua elemen pengantar yang dapat dipakai yaitu, pertama , trigger dan kedua, leads in. Yang dimaksud dengan trigger adalah kalimat pemberitahuan jumlah poin argumentasi dengan menyebut angka. Ada pun leads in adalah nomor urut argumentasi. 

Untuk menunjukkan apa yang dimaksud sebagai trigger , dan leads in, saya menggunakan contoh yang telah dipakai sebelumnya:

 Dengan sangat menyesal kami menyampaikan bahwa program yang Anda pimpin tidak dapat dilanjutkan sehubungan dengan tiga faktor eksternal yang berada di luar kendali organisasi yaitu pertama , meningkatnya harga bahan baku impor dikarenakan nilai tukar dolar AS yang terus meningkat. Kedua ,dihentikannya layanan pengapalan oleh mitra usaha internasional kita yang mengakibatkan terhentinya sementara waktu pengiriman barang ke luar negeri. Ketiga , kehadiran pesaing-pesaing baru di negara-negara yang selama ini menjadi target pasar utama kita.

Pada contoh ini yang dimaksud sebagai trigger adalah “tiga faktor eksternal” (warna biru) sedangkan yang dimaksud dengan leads in adalah penyebutan angka pertama, kedua, dan ketiga (warna merah). 

Dengan mempertimbangkan kombinasi pemakaian trigger in dan leads in , ada empat variasi penyajian poin-poin argumentasi yang dapat tercipta.

Variasi 1, memakai trigger dan leads in:

Dengan sangat menyesal kami menyampaikan bahwa program yang Anda pimpin tidak dapat dilanjutkan sehubungan dengan t iga faktor eksternal ………yaitu pertama….., kedua,…..ketiga

 Variasi 2, memakai trigger tanpa memakai leads in: 

Dengan sangat menyesal kami menyampaikan bahwa program yang Anda pimpin tidak dapat dilanjutkan sehubungan dengan tiga faktor eksternal…..yaitu…….

 Variasi 3, tidak memakai trigger , tetapi memakai leads in: 

Dengan sangat menyesal kami menyampaikan bahwa program yang Anda pimpin tidak dapat dilanjutkan sehubungan dengan faktor-faktor eksternal…… yaitu pertama,….. kedua,….. dan ketiga, …...

Variasi 4, tidak memakai trigger dan tidak memakai leads in. 

Dengan sangat menyesal kami menyampaikan bahwa program yang Anda pimpin tidak dapat dilanjutkan sehubungan dengan faktor-faktor eksternal…….yaitu…..

Menurut Janssen dan Jansen, variasi 1 sampai 3 lebih efektif dalam menyampaikan persuasi ketimbang variasi 4, karena tiga alasan hipotetis berikut: 

Pertama , penyebutan angka dalam trigger atau leads in , maupun kombinasi keduanya, menghasilkan ingatan yang lebih baik pada pembaca akan poin- poin argumentasi yang dikemukakan dalam esai. Pada ujungnya hal ini akan menghasilkan daya persuasi yang lebih tinggi.

Kedua , disajikannya penanda angka dalam trigger maupun leads in , mendorong pembaca untuk menemukan sendiri substansi argumen yang selanjutnya mungkinkan pembaca untuk menguraikan lebih lanjut isi poin-poin argumentasi. Tanpa penanda angka, pembaca mungkin akan menganggap terlalu rumit untuk meneliti teks, apalagi bila alasan-alasan yang dikemukakan banyak dan kompleks.

Ketiga , bila teks dianggap terlalu rumit, pembaca akan mengabaikan substansi argumen dan mengalihkan perhatian pada hal-hal remeh di luar substansi, seperti panjang pendeknya kalimat, pilihan font , sikap terhadap penulis, dan hal lain sejenisnya. Alhasil daya persuasi menjadi melemah. Hal ini erat kaitannya dengan cara penulis/pembaca memilih rute persuasi, antara rute pusat dan rute pinggiran. Apa maksudnya?

Rute Pusat dan Rute Pinggiran Dalam menyampaikan/menerima persuasi, penulis/pembaca menggunakan dua rute. Pertama , yang disebut rute pusat, yang bertumpu pada substansi argumentasi. Penulis menyusun argumentasi sehingga meyakini dapat membuat pembaca menerima gagasan yang disodorkan. Begitu juga dengan pembaca. Mereka mengevaluasi dan mencerna secara rasional substansi argumentasi untuk memutuskan menerima atau menolaknya.

Kedua, rute pinggiran. Rute pinggiran mencakup hal remeh-temeh di luar substansi argumentasi namun dapat memengaruhi efektivitas pesan. Misalnya, bentuk fisik surat, pilihan huruf, panjang pendek kalimat, sikap pembaca terhadap pribadi penulis, dan sejenisnya.

Umumnya penulis mengharapkan persuasi yang dia sampaikan diterima lewat rute pusat oleh pembaca. Artinya persuasi yang tercipta benar-benar berbasis pada substansi argumentasi. Namun, sering kali pembaca beralih kepada rute pinggiran ketika mereka kekurangan waktu, motivasi, atau pengetahuan untuk melakukan penalaran terhadap argumentasi. Untuk menggiring pembaca agar tetap berada pada rute pusat, penulis memberi nomor pada argumentasi dengan harapan pembaca mendapat insentif untuk mengingat dengan baik poin-poin argumentasi dan memungkinkan pembaca mencerna serta menguraikan argumentasi tersebut. Dengan demikian pembaca akan memusatkan perhatian pada rute pusat daripada rute pinggiran.

Syarat dan Ketentuan Berlaku

Meskipun penyebutan jumlah dan memberi nomor pada poin-poin argumentasi secara umum meningkatkan daya persuasi sebuah esai berbentuk bad letter , penelitian Janssen dan Jansen menemukan bahwa hal itu hanya berhasil bila dilakukan secara konsisten dalam keseluruhan esai. Efektivitasnya akan berkurang jika pada satu bagian penyebutan jumlah dan penomoran poin-poin dilakukan tetapi pada bagian lain esai tidak dilakukan.

Syarat lainnya adalah poin-poin argumentasi harus kuat. Sebab bila poin-poin argumentasi lemah, justru akan menjadi bumerang. Penyebutan jumlah dan penomoran poin-poin argumen bertujuan agar pembaca berfokus pada substansi argumentasi (rute pusat) bukan tetek-bengek lain di luar substansi (rute pinggiran). Bila argumentasi yang disajikan tidak kuat, pembaca justru dengan cepat dapat menangkap kelemahan tersebut.

Catatan Akhir Hasil penelitian ini sangat membantu untuk memahami psikologi penulis/pembaca esai persuasi terutama dalam merancang penyajian poin-poin argumentasi. Meskipun demikian saya berpendapat hasil penelitian ini tidak harus diikuti sebagai sebuah dalil mutlak. Untuk esai atau artikel bersifat formal, penyajian poin-poin argumentasi dengan memakai trigger dan leads in memang sangat dianjurkan. Di sisi lain untuk esai yang bersifat popular dan semi formal, penyajian dengan trigger dan leads in kerap terasa menghambat kelincahan narasi. Oleh karena itu banyak penulis yang tidak terlalu memerdulikan hal ini dan lebih berfokus pada diksi dan teknik narasi yang lebih menggugah rasa ingin tahu pembaca. Pendekatan seperti ini juga saya kira dapat diterima.

Eben E. Siadari

Referensi

Janssen, D., & Jansen, F. (2018). Persuasion by numbers: How does numeral marking of arguments in bad news letters influence persuasion?. Journal of Writing Research10(1), 61-84. https://doi.org/10.17239/jowr-2018.10.01.03


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik yang Membuat Merah Telinga para Jurnalis Televisi

Apa yang Membuat Wartawan Bergembira Menjalankan Pekerjaannya