Bagaimana Memakai Analogi Menjelaskan Tujuan Menulis Buku


Seorang teman memberi saya kesempatan membaca buku-e "The Light We Carry" karya Michelle Obama (2022). Maka sepanjang Minggu (2/6/24) saya menikmatinya.

Saya memusatkan perhatian pada bab Pendahuluan, bab yang oleh para penulis pada umumnya akan menjadi bacaan wajib karena tuntutan profesi. Dari Pendahuluan para penulis akan menemukan (dan belajar lagi) tentang tujuan orang menulis. Dari sana konsultan di bidang penulisan mendapat inspirasi dalam memberi advis pada kliennya tentang tujuan menulis.

Ada 1001 alasan menulis. Dan uniknya, ada 1001 juga cara para penulis mengungkapkannya. Selalu ada alasan baru, atau diungkapkan secara baru.

Ini salah satu yang menarik pada karya Michelle. Ia menggambarkan bukunya sebagai cerita tentang kotak perkakas (tool box) pribadinya untuk "membantu saya tetap seimbang dan percaya diri....yang membuat saya terus maju bahkan di saat-saat kecemasan dan stres yang tinggi."

Bila dikatakan secara lain, buku ini berisi refleksi penulisnya atas kehidupannya lalu membagikan saripatinya sebagai petunjuk dan inspirasi. Namun, cara Michelle memilih analogi kotak perkakas, menurut saya, sangat menarik.

Perkakas dalam kotak ada berbagai ragamnya. Dan seperti kata Michelle, "tentu saja tidak semua alat dapat membantu dalam setiap situasi, atau sama untuk setiap orang. Apa yang kokoh dan efektif bagi Anda belum tentu kokoh dan efektif di tangan atasan Anda....." Lagi pula, kata dia, "perkakas berkembang berdasarkan keadaan dan pertumbuhan kita. Apa yang berhasil dalam satu fase kehidupan mungkin tidak berhasil di fase lainnya."

Meskipun demikian, menurut Michelle, tetap penting belajar mempersiapkan kotak perkakas kita dan mempelajari kotak perkakas orang lain. Dari perkakas orang lain kita dapat belajar apa yang berguna bagi kita dan mana yang tidak.

Apa saja perkakas Michelle? Sebagian adalah berupa 'kebiasaan dan praktik' yang sudah dijalaninya. Di antara kebiasaan dan praktik itu berkaitan dengan kapasitas fisik. Namun yang terutama adalah "sikap dan keyakinan yang lahir dari sejarah dan rangkaian pengalaman pribadi saya, proses 'menjadi' saya yang berkelanjutan."

Pada intinya Michelle ingin meyakinkan pembacanya untuk terus "belajar mengidentifikasi kebiasaan-kebiasaan yang membuat kita tetap terfokus dan membumi, dibandingkan kebiasaan-kebiasaan yang memicu kecemasan atau menambah rasa tidak aman kita."

Saya terutama sangat tersentuh oleh cerita Michelle di awal Pendahuluan-nya. Ia membukanya dengan cerita tentang ayahnya, yang saat dia masih kecil sudah harus menggunakan tongkat karena penyakit yang dideritanya. Seiring dengan semakin menurunnya kesehatannya, ayahnya harus berganti 'perkakas', bahkan semakin sering. Apakah perkakas itu menyelesaikan semua persoalan ayahnya? Tidak, tetapi sangat jelas, ayahnya membutuhkannya untuk menjalani hidup. Sebuah analogi yang keren, menurut saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik yang Membuat Merah Telinga para Jurnalis Televisi

Apa yang Membuat Wartawan Bergembira Menjalankan Pekerjaannya