Mengapa Penulis Inggris kian Enggan Menggunakan Paragraf Kalimat Tunggal

Melanjutkan catatan sebelumnya tentang paragraf, berikut ini saya sertakan sebuah daftar yang berasal dari disertasi Edwin Herbert Lewis di University of Chicago pada tahun 1894, yang sudah saya singgung pada catatan lalu. Kolom pertama daftar tersebut berisi nama-nama penulis Inggris. Kolom ke-2 berisi besarnya persentase paragraf yang berupa kalimat tunggal pada tulisan mereka. Kolom ke-3 merupakan jumlah seluruh paragraf pada karya penulis yang diteliti. Ada pun kolom ke-4 merupakan rata-rata jumlah kata per kalimat pada karya penulis bersangkutan.
 
Lewis menyajikan daftar ini untuk menunjukkan bahwa penggunaan paragraf yang berupa kalimat tunggal dalam perkembangan prosa di Inggris pada abad 19 semakin menurun. Daftar ini menarik bagi saya karena menjadi bukti bahwa pada masa itu paragraf yang terdiri dari satu kalimat bukan hal aneh. Baru di kemudian hari paragraf yang terdiri dari hanya satu kalimat semakin ditinggalkan.

Mengapa penggunaan paragraf berupa kalimat tunggal berkurang? Salah satu alasannya, adalah karena para penulis kian gemar memperpendek kalimat.

Rupanya pada masa sebelumnya penulis gemar menggunakan kalimat panjang dengan tujuan mengungkapkan gagasan selengkap mungkin. Akibatnya satu kalimat bisa sekaligus sebagai paragraf. Ini tampak bila kita mencoba meneliti kolom ke-4. Terlihat bahwa rata-rata jumlah kata per kalimat cukup panjang, berkisar dari 20,45 kata (karya Latimer) hingga 75 kata (Lord Herbert).

Para penulis mencoba memecah kalimat yang panjang menjadi beberapa kalimat. Maka paragraf yang tadinya terdiri dari satu kalimat berubah menjadi beberapa kalimat.

Apa yang mendorong hal ini? Lewis mengatakan sebagian besar alasannya bersifat pedagogis. Dalam ranah akademis, sebuah prosa harus merupakan sebuah gagasan yang lengkap, jelas, dan koheren. Kriteria ini kemudian diterapkan juga pada kalimat dan terutama paragraf. Artinya, kalimat maupun paragraf adalah potret mini dari prosa utuh. Kalimat dan paragraf harus merupakan gagasan yang lengkap, jelas, dan koheren.

Kriteria tersebut pada akhirnya kian identik dengan paragraf. Paragraf harus sebangun dengan prosa. Elemen-elemen prosa harus tercermin pada paragraf. Seperti prosa, paragraf harus memiliki kalimat berisi gagasan utama dan kalimat pendukung.

Hal lain yang turut mengukuhkan paragraf sebagai kumpulan kalimat ialah pengaruh percakapan lisan. Percakapan lisan yang pendek-pendek diaplikasikan ke dalam tulisan. Lewis mengutip studi Prof Sherman yang menunjukkan panjang kalimat bahasa Inggris secara umum telah berkurang sekitar setengah sejak zaman Shakespeare.

Inilah salah satu asal muasal mengapa paragraf menjadi lazim lebih dari satu kalimat. Ia terdiri dari kalimat gagasan utama dan kalimat pendukung.

Eben E. Siadari  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik yang Membuat Merah Telinga para Jurnalis Televisi

Apa yang Membuat Wartawan Bergembira Menjalankan Pekerjaannya