Mengapa Inggris Tidak Mengizinkan Investor Uni Emirat Arab Mengambil Alih The Telegraph
Investor dari negara-negara Arab boleh saja berlomba memiliki klub sepak bola Inggris dan berhasil. Namun hal yang sama kemungkinan tak berlaku terhadap keinginan memiliki surat kabar negeri Raja Charles tersebut. Pemerintah Inggris saat ini, seperti diberitakan oleh koran The Times 14 Maret 2023, akan mengeluarkan legislasi yang menghambat kepemilikan 'negara' lain di surat kabar Inggris, dengan alasan untuk melindungi kebebasan pers.
Legislasi ini dirancang menyusul terungkapnya rencana pengalihan kepemilikan surat kabar terkemuka Inggris, The Telegraph, kepada RedBird IMI. Ini adalah perusahaan patungan yang salah satu pemodalnya Sheikh Mansour bin Zayed bin Sultan al-Nahyan, wakil PM Uni Emirat Arab (UEA). Harap dicatat Sultan ini sebelumnya telah menjadi pemilik klub Manchester City.
RedBird IMI memiliki kesempatan masuk ke Telegraph karena telah memberikan pendanaan kembali (refinancing) atas utang mantan pemilik koran itu, Keluarga Barclay, kepada Lloyd Bank. RedBird IMI berkeinginan mengkonversi piutangnya menjadi saham, tetapi tertunda karena pemerintah sedang menginvestigasi dana tersebut.
Legislasi baru itu, dalam bahasa politisi maupun pejabat pemerintah Inggris, diharapkan akan menghalangi pengambilalihan surat kabar Inggris oleh penguasa asing (foreign powers) atau suatu lembaga yang berkaitan dengan penguasa negara lain (body connected to foreign state). Lebih jauh definisi foreign state juga akan diperluas sehingga meliputi 'officer of foreign government acting in private capacity and investing their private wealth.' Dapat ditafsirkan dari definisi ini, bahwa yang disasar adalah orang-orang berpengaruh seperti sang Sultan.
Legislasi untuk menghalangi penguasa negara lain menguasai surat kabar tersebut akan dilakukan dengan mengamandemen UU yang ada. Menteri Budaya Inggris mengatakan bahwa pengambilalihan surat kabar Inggris oleh negara lain bertentangan dengan kebebasan pers.
Bagaimana isu peralihan kepemilikan salah satu koran tertua Inggris ini sangat penting dan menarik perhatian pemerintah dan anggota parlemen, dapat Anda ikuti lebih detil dengan membaca kliping koran yang saya lampirkan bersama catatan ini. Harap dibaca dengan seksama karena rentetan faktanya adalah perpaduan isu politik, bisnis media, dan nasionalisme di tengah globalisasi.
Berita ini mengangkat kembali perspektif klasik tentang media massa yang sering ditempatkan sebagai aset bangsa. Pemerintah merasa berhak melakukan intervensi memproteksinya, baik dengan alasan nasionalisme (melawan kekuatan asing) maupun alasan kebebasan pers. Di sisi lain, surat kabar dan media memerlukan investasi baru dan transfer know-how yang diharapkan datang dari investor asing. Banyak negara yang berusaha menyelipkan pasal-pasal yang lebih ramah investor asing pada UU tentang Media mereka, dengan sangat subtil di balik narasi nasionalisme.
Eben E. Siadari
RedBird IMI memiliki kesempatan masuk ke Telegraph karena telah memberikan pendanaan kembali (refinancing) atas utang mantan pemilik koran itu, Keluarga Barclay, kepada Lloyd Bank. RedBird IMI berkeinginan mengkonversi piutangnya menjadi saham, tetapi tertunda karena pemerintah sedang menginvestigasi dana tersebut.
Legislasi baru itu, dalam bahasa politisi maupun pejabat pemerintah Inggris, diharapkan akan menghalangi pengambilalihan surat kabar Inggris oleh penguasa asing (foreign powers) atau suatu lembaga yang berkaitan dengan penguasa negara lain (body connected to foreign state). Lebih jauh definisi foreign state juga akan diperluas sehingga meliputi 'officer of foreign government acting in private capacity and investing their private wealth.' Dapat ditafsirkan dari definisi ini, bahwa yang disasar adalah orang-orang berpengaruh seperti sang Sultan.
Legislasi untuk menghalangi penguasa negara lain menguasai surat kabar tersebut akan dilakukan dengan mengamandemen UU yang ada. Menteri Budaya Inggris mengatakan bahwa pengambilalihan surat kabar Inggris oleh negara lain bertentangan dengan kebebasan pers.
Bagaimana isu peralihan kepemilikan salah satu koran tertua Inggris ini sangat penting dan menarik perhatian pemerintah dan anggota parlemen, dapat Anda ikuti lebih detil dengan membaca kliping koran yang saya lampirkan bersama catatan ini. Harap dibaca dengan seksama karena rentetan faktanya adalah perpaduan isu politik, bisnis media, dan nasionalisme di tengah globalisasi.
Berita ini mengangkat kembali perspektif klasik tentang media massa yang sering ditempatkan sebagai aset bangsa. Pemerintah merasa berhak melakukan intervensi memproteksinya, baik dengan alasan nasionalisme (melawan kekuatan asing) maupun alasan kebebasan pers. Di sisi lain, surat kabar dan media memerlukan investasi baru dan transfer know-how yang diharapkan datang dari investor asing. Banyak negara yang berusaha menyelipkan pasal-pasal yang lebih ramah investor asing pada UU tentang Media mereka, dengan sangat subtil di balik narasi nasionalisme.
Eben E. Siadari


Komentar
Posting Komentar