Bagaimana Para Editor Media Online Mengeksplorasi Permainan Kata dalam Menulis Judul

Meskipun wartawan selalu diingatkan untuk menghindari penggunaan kata bersayap, mustahil hal tersebut dapat terus-menerus dipenuhi. Entah demi menarik perhatian pembaca, atau untuk menyederhanakan informasi, para redaktur sering tak bisa menghindari penggunaan berbagai teknik kesusastraan dalam menulis berita, yang menciptakan makna figuratif yang melampaui makna denotatif kata.
 
Salah satu teknik kesusastraan yang sering dipakai adalah permainan kata (wordplay). Para peneliti kebahasaan telah banyak melakukan studi tentang hal ini. Salah satunya dilakukan oleh Roya Monsefi dan Tengku Sepora Tengku Mahadi dari School of Languages, Literacies and Translation, Universiti Sains Malaysia.

Studi mereka berjudul 'Wordplay in English Online Media Headline' dipublikasikan di jurnal 'Advances in Language and Literary Studies' No. 2; April 2016. Penelitian mereka menelusuri penggunaan permainan kata pada 100 judul berita di media online Eropa.

Monsefi dan Mahadi menemukan 297 permainan kata pada 100 judul berita tersebut. Dari sedikitnya 38 jenis permainan kata yang dikenal dalam kesusastraan, berada di urutan teratas adalah permainan kata metonimi (dipakai 98 kali atau 32,99%).

Metonimi adalah permainan kata berupa pemakaian ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai pengganti orang, barang, atau hal tersebut. KBBI memberi contoh: "Ia menelaah Chairil Anwar." Yang dimaksud dengan Chairil Anwar di sini tentu adalah karyanya, bukan Chairil Anwar sebagai individu.

Menurut studi Monsefi dan Mahadi, metonimi yang paling sering dipakai media online Eropa adalah pemakaian nama kota sebagai representasi pemerintahan. Selain itu nama kepala pemerintahan juga dipakai untuk merepresentasikan negara.

Dua contoh ini, misalnya.

  • Amsterdam tries to get round coffee shop tourist ban.
  • Merkel praises Greek reform and promises support.

Contoh pertama adalah judul berita tentang langkah tidak popular walikota Amsterdam untuk mengakali peraturan yang melarang turis mengunjungi kedai kopi yang menjual ganja. Dengan metonimi ini, walikota sebagai aktor sosial 'disembunyikan' di judul berita dan digantikan oleh nama kota. Kemungkinan alasannya adalah untuk menghindarkan resistensi pembaca.

Contoh kedua adalah kebalikan dari yang pertama. Aktor sosial (Merkel) justru ditempatkan sebagai pusat perhatian, meskipun kebijakan Jerman mendukung reformasi Yunani bukan keputusan tunggal Merkel. Di sini peran Merkel ditonjolkan.

Mengakhiri catatan ini saya ingin berbagi pengalaman membuat judul secara metonimi. Pada tahun 1990an, pernah terjadi jaringan telepon di area Jakarta Timur (nomor telepon di area ini diawali angka 8) terputus selama beberapa hari. Tulisan saya mencoba mengurai kerugian pebisnis atas kejadian itu. Judul berita yang saya tulis: 'Bila Kepala Delapan Putus.'

Eben E. Siadari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik yang Membuat Merah Telinga para Jurnalis Televisi

Apa yang Membuat Wartawan Bergembira Menjalankan Pekerjaannya