Mengapa Cerita Cover Version Lebih Viral dari Aslinya?
Pertanyaan ini sering terbersit di pikiran saya: mengapa kebanyakan cerita rakyat yang popular penciptanya anonim?
Salah satu kemungkinan jawabannya ialah karena cerita-cerita itu begitu mempesona pendengarnya, sehingga mereka merasa memiliki cerita itu. Mereka menceritakannya kembali dengan versi masing-masing sampai-sampai lupa siapa penciptanya.
Itulah kehebatan storytelling. Menurut Stephen Denning, penulis yang menjadi proponen digunakannya storytelling dalam komunikasi kepemimpinan di dunia bisnis, storytelling yang berhasil pada dasarnya menyampaikan dua cerita. Cerita pertama adalah cerita seperti yang disampaikan oleh si pencerita. Cerita kedua adalah cerita yang sudah diapropriasi oleh si pendengar menjadi cerita miliknya sendiri.
Cerita jenis kedua ini, kata Denning, tercipta ketika pendengar memproyeksikan konteks, masalah, harapan, dan aspirasi mereka ke dalam alur cerita. Bukan itu saja. Mereka meyakini nilai-nilai cerita yang mereka ciptakan, dan menceritakannya kepada orang lain.
Dalam konteks bisnis, tatkala seorang pemimpin bisnis menjadi seorang storyteller yang baik, 'dongeng' ciptaannya akan diapropriasi oleh orang-orang di lingkarannya. Lalu diceritakan kembali secara getok tular di dalam organisasi, yang kemudian mendorong perubahan terjadi. Dongeng cover version bahkan cenderung menyebar lebih cepat. Semakin ia diapropriasi pendengar, semakin tajam daya penetrasinya.
Dengan kata lain, Denning membuat perbedaan penting. Ada cerita yang hanya menyampaikan informasi dan ada cerita yang menggerakkan perubahan. Yang disebut terakhir ini yang menjadi kekuatan storytelling.
Storytelling yang baik memiliki kekuatan bukan hanya berasal dari cerita itu sendiri. Tenaga yang lebih besar muncul dari reaksi yang ditimbulkannya di benak pendengarnya, ketika para pendengar secara antusias mengambil bagian mengisi cerita.
Bagaimana caranya membuat cerita yang memiliki daya pikat seperti ini? Di platform LinkedIn setiap hari para content writer dan copywriter dengan sangat khatam berbagi teknik dan plot storytelling. Mulai dari formula seperti AIDA (Attention, Interest, Desire, Action (AIDA) hingga VISTA (Visualize, Inspire, Stimulate, Take Action) dan banyak lagi.
Menambahkan kepada daftar formula-formula keren itu, saya meringkas beberapa saran Denning tentang storytelling.
Eben E. Siadari
Itulah kehebatan storytelling. Menurut Stephen Denning, penulis yang menjadi proponen digunakannya storytelling dalam komunikasi kepemimpinan di dunia bisnis, storytelling yang berhasil pada dasarnya menyampaikan dua cerita. Cerita pertama adalah cerita seperti yang disampaikan oleh si pencerita. Cerita kedua adalah cerita yang sudah diapropriasi oleh si pendengar menjadi cerita miliknya sendiri.
Cerita jenis kedua ini, kata Denning, tercipta ketika pendengar memproyeksikan konteks, masalah, harapan, dan aspirasi mereka ke dalam alur cerita. Bukan itu saja. Mereka meyakini nilai-nilai cerita yang mereka ciptakan, dan menceritakannya kepada orang lain.
Dalam konteks bisnis, tatkala seorang pemimpin bisnis menjadi seorang storyteller yang baik, 'dongeng' ciptaannya akan diapropriasi oleh orang-orang di lingkarannya. Lalu diceritakan kembali secara getok tular di dalam organisasi, yang kemudian mendorong perubahan terjadi. Dongeng cover version bahkan cenderung menyebar lebih cepat. Semakin ia diapropriasi pendengar, semakin tajam daya penetrasinya.
Dengan kata lain, Denning membuat perbedaan penting. Ada cerita yang hanya menyampaikan informasi dan ada cerita yang menggerakkan perubahan. Yang disebut terakhir ini yang menjadi kekuatan storytelling.
Storytelling yang baik memiliki kekuatan bukan hanya berasal dari cerita itu sendiri. Tenaga yang lebih besar muncul dari reaksi yang ditimbulkannya di benak pendengarnya, ketika para pendengar secara antusias mengambil bagian mengisi cerita.
Bagaimana caranya membuat cerita yang memiliki daya pikat seperti ini? Di platform LinkedIn setiap hari para content writer dan copywriter dengan sangat khatam berbagi teknik dan plot storytelling. Mulai dari formula seperti AIDA (Attention, Interest, Desire, Action (AIDA) hingga VISTA (Visualize, Inspire, Stimulate, Take Action) dan banyak lagi.
Menambahkan kepada daftar formula-formula keren itu, saya meringkas beberapa saran Denning tentang storytelling.
- Ceritanya harus mudah dimengerti, singkat, tidak klise
- Tokoh protagonisnya menghadapi masalah yang akrab bagi pendengar.
- Tokoh protagonis sebaiknya tunggal, agar perhatian pendengar tidak terpecah.
- Pencerita berkisah dari sudut pandang protagonis.
- Pertahankan pencerita sebagai pencerita, bukan tokoh utama, apalagi menjadi pendikte pembaca.
- Cerita membawa pesan beranjak dari yang lama ke yang baru.
Eben E. Siadari

Komentar
Posting Komentar